Makna Hari Raya Galungan

19.56


Hari Raya Galungan adalah Hari Raya bagi umat Hindu yang dirayakan setiap 6 bulan sekali, pada hari Budha Kliwon Dungulan. Kata Galungan dalam bahasa jawa Kuno berarti menang, dan makna dari perayaan Hari Raya Galungan ini adalah untuk merayakan kemenangan dharma atau kebajikan melawan adharma atau kebhatilan dan menghaturkan rasa terima kasih dan angayubagia ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi /Tuhan yang maha Esa atas terciptanya dunia serta segala isinya dan atas karunia yang telah dilimpahkan-Nya. Hari raya Galungan selama ini sering dimaknai sebagai Hari raya untuk merayakan kemenangan Dharma (Kebaikan ) melawan Adharma (Kejahatan) yang mana hal ini dikaitkan dengan cerita kemenangan Dewa Indra melawan Raksasa Maya Denava.

Dari beberapa sumber menyatakan bahwa persiapan perayaan Galungan ini telah dimulai dari hari tumpek pengatag. Hari raya ini dilaksanakan pada hari sabtu Kliwon wuku Wariga. Menurut Lontar Sundari Bungkah, Wariga mengandung makna “Wewarah ring Raga “Kayun” atau pikiran. Dengan demikian, di balik prosesi “ngatag” atau memberitahukan tumbuh-tumbuhan bahwa perayaan Galungan sudah dekat sehingga memerlukan banyak buah untuk dipakai persembahan, hari raya ini semestinya juga dimaknai sebagai langkah awal untuk mengingatkan diri perang antara Dharma dan Adharma dalam diri sedang berlangsung dan terus akan berlanjut sampai kita manusia tutup usia. Karenanya sangat dibutuhkan rasa mawas diri dan introspeksi agar musuh utama berupa Sad Ripu tidak sampai mengalahkan kata hati dan memperbudak pikiran. Jadi perayaan hari tumpek pengatag ini bukan hanya prosesi yang harus dijalani tanpa pemahaman yang jelas..

1.  Sugian

Jika kata sugian ini diartikan sebagai “Penyucian” seperti kata dasarnya Sugi, maka Sugian sebagaimana disebutkan dalam Lontar Sundarigama, adalah suatu prosesi pembersihan Bhuana Agung / alam semesta yang dilambangkan dengan nama tempat diluar Bali yakni Jawa dan juga pembersihan Bhuana alit yang terdiri dari unsur badan jasmani dan rohani, yang mana ia dilambangkan dengan nama tempat di dalam yakni Bali. dalam lontar ini disebutkan bahwa Sugian Jawa merupakan pasucian Dewa Kalinggania pamrastista Bhatara Kabeh. Dan Sugian Bali disebutkan “Kalinggania amrestista raga tawulan”. makna dari hari raya Sugian ini adalah proses penyucian diri (Mikrocosmos) dan juga alam (Makrocosmos) karena keduanya sangat terkait satu dengan lainnya ibarat janin dalam rahim. (jika ada kebajikan dalam hati,akan ada keindahan dalam watak.

2 .  Penyajaan
Pada hari ini Soma Pon Dungulan, umat merayakan Penyajaan berasal dari kata “Saja”. Namun dalam tafsir lain, kata penyajaan juga diartikan sebagai kata “Jaja” yang mendapat awalan Pe- dan akhiran –an sehingga menjadi penyajaan. Oleh sebab itu, pada hari ini umat hindu melakukan proses membuat jajanan untuk persembahan.

3.  Penampahan
Selanjutnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan, umat melakukan Penampahan. Kata penampahan ini berasal dari kata Tampah yang artinya bunuh. Jadi penampahan berarti membunuh. Makna simboliknya adalah mengorbakan contonya babi dibunuh untuk upacara agama  yang tulis iklah kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk keperluan yadnya.
4. Galungan
Setelah melalui beberapa rangkaian, akhirnya pada Budha Kliwon wuku Dungulan, masyarakat hindu berada pada puncak perayaan.  Pada hari ini bahkan dari pagi-pagi sekali, umat sudah disibukkan dengan kegiatan mebanten. Ritual persembahyangan ini bahkan bisa berlangsung sampai malam hari. Dalam lontar Sundari Gama disebutkan  : Budha Kliwon Dungulan ngaran Galungan patitis ikang jnana Samadhi, galang apadang, maryakena sarva byaparaning idep. Artinya : Rabo Kliwon Dungulan, namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang sebagai wujud Dharma dalam diri, serta menghilangkan kekacau balauan pikiran yang merupakan bentuk dari Adharma. Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwasannya hakekat Galungan adalah perayaan kemenangan Dharma atas Adharma.. Jadi perayaan Galungan bisa dikatakan berhasil dan layak untuk dirayakan adalah jika kita semakin bisa menunjukkan bahwa kita mahluk yang penuh cinta kasih dan punya kontribusi positive terhadap upaya pelestarian lingkungan dalam upaya membangun keharmonisan dengan alam, masyarakat, dan utamanya kepada Tuhan. Namun jika kita masih dalam tataran orang yang menafsirkan symbol agama secara sambil lalu saja,  tanpa mengerti apa yang kita kerjakan maka sebenarnya kita hanyalah orang yang ikut memeriahkan kemenangan Dharma dan bukan sebagai orang yang pantas menikmati kemenangan.


You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images